“Guruku
asik! Enak cara ngajarnya”
“Guruku
murah nilai”
“Guruku
galak tapi menyenangkan”
“Ehm,
guruku biasa aja tuh”
“Guruku
itu lucu, kadang serius banget, tapi saya senang”
Ada
banyak pendapat siswa tentang gurunya. Beberapa di atas sekedar contoh, bahwa
siswa tentu saja mampu memberikan penilaian pada guru. Bukan tidak menghormati
guru, tetapi lontaran opini atau bahkan celotehan singkat tentang guru bisa
mencerahkan. Mari berpikir positif bahwa sesungguhnya siswa hanya berupaya
menyesuaikan diri lebih baik dengan gurunya. Yang berarti siswa juga belajar
mengenal karakter bermacam-macam guru dan menyerap ilmu dari mereka.
Segala
macam opini yang dilontarkan murid-murid kita, jika itu berupa pujian maka
harus kita jadikan semangat untuk terus mempertahankan dan meningkatkan
kualitas dan kompetensi kita dalam mengajar. Sedangkan jika opini tersebut
berupa kritikan maka kita tidak boleh meresponnya sebagai sesuatu yang buruk,
tetapi sebaliknya kita harus menggunakan kritikan tersebut sebagai sebuah cara
untuk mengintrospeksi diri kita agar di masa mendatang kita bisa memperbaikinya
menjadi lebih baik. Guru sewajarnya memang lebih tahu tentang banyak hal,
tetapi guru terkadang juga mempunyai keterbatasan pengetahuan terhadap ilmu
tertentu. Karena guru juga manusia biasa, maka tidak ada salahnya guru
terus-menerus membekali diri dengan belajar dan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Disadari
atau tidak guru berperan langsung dalam keberhasilan pendidikan secara
menyeluruh. Selama ini kita terbiasa mendengar guru sebagai seseorang yang
bersikap, berpikir, dan perilakunya, digugu dan ditiru. Sosok
yang dihormati dan dijadikan teladan. Maka tidaklah mengherankan bila guru
kemudian dibebani tanggung jawab terhadap proses pendewasaan siswa, baik
keceerdasan intelektual maupun pembentukan karakter mereka. Apalagi bagi para
guru PAI, seakan menjadi satu kewajiban untuk mencetak anak-anak didik yang
cerdas tidak hanya intelektualitasnya saja tetapi juga cerdas dalam
kepribadiannya. Atau secara umum kebanyakan orang mengartikan bahwa seorang
guru PAI berkewajiban membentuk siswa menjadi anak baik, anak yang berakhlak,
dan berbudi pekerti. Hal ini tidaklah mudah, kita perlu strategi dan metode
dalam pembelajaran agar siswa tidak hanya menerima pengetahuan secara sekilas
saja, tetapi benar-benar bisa menghayati nilai-nilai pendidikan agama islam
tersebut dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Tidak
gampang membuat siswa betah di kelas. Tapi lagi-lagi itu adalah bagian dari
tugas guru. Ada anak-anak yang mau mendengar, atau mampu mengikuti pelajaran
dalam kondisi apapun. Tapi ada pula anak yang cuek, acuh, malas, mudah bosan
dan lebih menyukai hal-hal yang berbau kratif. Maka, guru harus berani
menerapkan trik-trik tersendiri dalam menghadapi anak didik yang karakternya
berbeda-beda tersebut.
Sebagai
langkah awal ketika memulai pembelajaran di kelas, kita bisa menggunakan beberapa
alternatife pilihan “ice breaking”. Hal ini bertujuan untuk kembali
memberikan penyegaran kepada peserta didik agar mereka kembali bersemangat
karena sudah mulai lelah untuk berfikir dan belajar kembali setelah menyelesaikan
pelajaran sebelumnya. “ice breaking” dilakukan untuk menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan, serius tapi santai, penciptaan suasana dari pasif ke
aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode
ini bisa dilakukan dengan spontan. Sebagaimana yang biasa dilakukan oleh kebanyakan
guru di sekolah dasar. Sebagai contoh, guru bisa meminta siswa menulis
karangan. Misalnya, bercerita tentang pengalaman selama liburan atau kejadian
menarik yang mereka alami hari itu. Metode ini agaknya efektif untuk
meningkatkan rasa percaya diri siswa. Selain itu juga, juga dapat meningkatkan
daya kreatifitas siswa dalam mengungkapkan segala yang dialaminya. Dengan
membiasakan anak didik menulis, guru berperan dalam memainkan imajinasi dan
emosi mereka. Menulis berbeda dengan mencatat dengan memberikan topik yang
paling sederhana seperti konsep liburan atau hobi siswa.
Selanjutnya,
model presentasi bisa menjadi alternative menarik. Siswa mulai dibiasakan
membaca materi pelajaran di rumah, kemudian membagi ilmunya kepada teman-teman
lain di sekolah melalui presentasi singkat di depan kelas. Metode presentasi
biasanya akan dilanjutkan dengan diskusi. Bila sekolah memiliki peralatan
lengkap seperti over head projector (OHP) atau LCD Projector,
siswa bisa dibebaskan presentasi dengan menggunakan gambar-gambar dan tidak
terlalu banyak tulisan. Cara ini bermanfaat karena mampu meningkatkan
kratifitas siswa. Bagi yang presentasi, mereka tidak harus menghafal materi,
tetapi wajib memahaminya dan menceritakan ulang
dengan bahasanya sendiri. Lalu bagaimana peran guru? Disini, guru
berfungsi sebagai moderator. Guru meluruskan jawaban dan penjelasan siswa
apabila ada keterangan yang kurang tepat atau ketika diskusi mulai melenceng
jauh dari materi yang dibahas.
Lalu
bagaimana kalau siswa bosan? Sebagai seorang guru kita harus tahu kapan
waktunya serius dan kapan waktunya bercanda. Dalam kelas, boleh saja bercanda,
supaya anak-anak tidak mengantuk dan tidak bosan. Tapi sekedarnya saja, karena
kita harus tetap fokus pada pelajaran.
Setelah
seluruh materi dirasa sudah tersampaikan seluruhnya, kita melanjutkan
pembelajaran pada tahap evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
siswa benar-benar telah menguasai materi yang telah disampaikan dan
didiskusikan sebelumnya. Evaluasi bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode evaluasi. Salah satu metode yang bisa diterapkan untuk tahap evaluasi disini adalah metode Numbered
Heads Together. Metode ini adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa
dalam kelompok tersebut diberi nomor. Lalu secara acak guru memanggil nomor
dari siswa tersebut. Adapun langkah-langkah metode ini adalah sebagi berikut :
1.
Setiap siswa dalam
setiap kelompok mendapatkan nomor.
2.
Guru memberikan
tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3.
Kelompok
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya.
4.
Guru memanggil
salah satu nomor siswa, dan siswa yang mempunyai nomor tersebut harus
melaporkan hasil kerjasama mereka.
5.
Guru dan teman-teman
dari kelompok lain menanggapi jawaban dari siswa tersebut, kemudian guru
menunjuk nomor yang lain.
6.
Guru dan siswa menyimpulkan
pembelajaran mereka pada hari itu.
Metode Numbered
Heads Together merupakan metode yang sangat mudah diterapkan dan memiliki
beberapa kelebihan yaitu setiap siswa menjadi siap semua, siswa juga dapat
melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, serta siswa yang pandai dapat mengajari
siswa yang kurang pandai. Tetapi disamping kelebihan tersebut,metode ini juga
memiliki beberapa kelemahan yaitu kemungkinan nomor yang sudah dipanggil,
dipanggil lagi oleh guru, serta tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh
guru.
Tidak
hanya sampai disitu saja, kelas yang membuat guru dan siswa kreatif tersebut,
semestinya juga aman secara intelektual. Siswa bisa mandiri dan mengerti dimana
letak alat tulis, karena semua hal di kelas sudah disiapkan dengan rapi dan
terorganisir. Siswa juga tahu apa yang harus dikerjakan karena instruksi
penugasan yang jelas oleh guru. Kita juga bisa membuat peraturan kelas yang
isinya antara lain “Tidak boleh merendahkan atau meremehkan pendapat orang
lain”. Jangan lupa, kita juga harus memberi contoh dahulu kepada siswa untuk
mengucapkan terima kasih dan menghargai untuk setiap pertanyaan atau pendapat
dari murid. Jika ini terjadi di kelas, dijamin kelas akan berubah menjadi kelas
yang setiap individu di dalamnya saling mendukung dan mudah untuk berkolaborasi
dalam berbagai pengetahuan.