Assalamu'alaikum.........

selamat datang di blog saya *haris ilmawati*...:) dengan adanya blog ini saya sangat,sangat,sangaatt berharap bisa memberikan manfaat,menambah wawasan,mencurahkan pengetahuan, berbagi pengalaman...dan tentu saja mendapat nilai A+ dari pak dosen*sedikit melirik*..hehehe


Selasa, 17 April 2012

Meningkatkan Kreatifitas Siswa dengan Metode “Ice Breaking”, Diskusi, dan Numbered Heads Together”

“Guruku asik! Enak cara ngajarnya”
“Guruku murah nilai”
“Guruku galak tapi menyenangkan”
“Ehm, guruku biasa aja tuh”
“Guruku itu lucu, kadang serius banget, tapi saya senang”
Ada banyak pendapat siswa tentang gurunya. Beberapa di atas sekedar contoh, bahwa siswa tentu saja mampu memberikan penilaian pada guru. Bukan tidak menghormati guru, tetapi lontaran opini atau bahkan celotehan singkat tentang guru bisa mencerahkan. Mari berpikir positif bahwa sesungguhnya siswa hanya berupaya menyesuaikan diri lebih baik dengan gurunya. Yang berarti siswa juga belajar mengenal karakter bermacam-macam guru dan menyerap ilmu dari mereka.
Segala macam opini yang dilontarkan murid-murid kita, jika itu berupa pujian maka harus kita jadikan semangat untuk terus mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan kompetensi kita dalam mengajar. Sedangkan jika opini tersebut berupa kritikan maka kita tidak boleh meresponnya sebagai sesuatu yang buruk, tetapi sebaliknya kita harus menggunakan kritikan tersebut sebagai sebuah cara untuk mengintrospeksi diri kita agar di masa mendatang kita bisa memperbaikinya menjadi lebih baik. Guru sewajarnya memang lebih tahu tentang banyak hal, tetapi guru terkadang juga mempunyai keterbatasan pengetahuan terhadap ilmu tertentu. Karena guru juga manusia biasa, maka tidak ada salahnya guru terus-menerus membekali diri dengan belajar dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Disadari atau tidak guru berperan langsung dalam keberhasilan pendidikan secara menyeluruh. Selama ini kita terbiasa mendengar guru sebagai seseorang yang bersikap, berpikir, dan perilakunya, digugu dan ditiru. Sosok yang dihormati dan dijadikan teladan. Maka tidaklah mengherankan bila guru kemudian dibebani tanggung jawab terhadap proses pendewasaan siswa, baik keceerdasan intelektual maupun pembentukan karakter mereka. Apalagi bagi para guru PAI, seakan menjadi satu kewajiban untuk mencetak anak-anak didik yang cerdas tidak hanya intelektualitasnya saja tetapi juga cerdas dalam kepribadiannya. Atau secara umum kebanyakan orang mengartikan bahwa seorang guru PAI berkewajiban membentuk siswa menjadi anak baik, anak yang berakhlak, dan berbudi pekerti. Hal ini tidaklah mudah, kita perlu strategi dan metode dalam pembelajaran agar siswa tidak hanya menerima pengetahuan secara sekilas saja, tetapi benar-benar bisa menghayati nilai-nilai pendidikan agama islam tersebut dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Tidak gampang membuat siswa betah di kelas. Tapi lagi-lagi itu adalah bagian dari tugas guru. Ada anak-anak yang mau mendengar, atau mampu mengikuti pelajaran dalam kondisi apapun. Tapi ada pula anak yang cuek, acuh, malas, mudah bosan dan lebih menyukai hal-hal yang berbau kratif. Maka, guru harus berani menerapkan trik-trik tersendiri dalam menghadapi anak didik yang karakternya berbeda-beda tersebut.
Sebagai langkah awal ketika memulai pembelajaran di kelas, kita bisa menggunakan beberapa alternatife pilihan “ice breaking”. Hal ini bertujuan untuk kembali memberikan penyegaran kepada peserta didik agar mereka kembali bersemangat karena sudah mulai lelah untuk berfikir dan belajar kembali setelah menyelesaikan pelajaran sebelumnya. “ice breaking” dilakukan untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, serius tapi santai, penciptaan suasana dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini bisa dilakukan dengan spontan. Sebagaimana yang biasa dilakukan oleh kebanyakan guru di sekolah dasar. Sebagai contoh, guru bisa meminta siswa menulis karangan. Misalnya, bercerita tentang pengalaman selama liburan atau kejadian menarik yang mereka alami hari itu. Metode ini agaknya efektif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa. Selain itu juga, juga dapat meningkatkan daya kreatifitas siswa dalam mengungkapkan segala yang dialaminya. Dengan membiasakan anak didik menulis, guru berperan dalam memainkan imajinasi dan emosi mereka. Menulis berbeda dengan mencatat dengan memberikan topik yang paling sederhana seperti konsep liburan atau hobi siswa.
Selanjutnya, model presentasi bisa menjadi alternative menarik. Siswa mulai dibiasakan membaca materi pelajaran di rumah, kemudian membagi ilmunya kepada teman-teman lain di sekolah melalui presentasi singkat di depan kelas. Metode presentasi biasanya akan dilanjutkan dengan diskusi. Bila sekolah memiliki peralatan lengkap seperti over head projector (OHP) atau LCD Projector, siswa bisa dibebaskan presentasi dengan menggunakan gambar-gambar dan tidak terlalu banyak tulisan. Cara ini bermanfaat karena mampu meningkatkan kratifitas siswa. Bagi yang presentasi, mereka tidak harus menghafal materi, tetapi wajib memahaminya dan menceritakan ulang  dengan bahasanya sendiri. Lalu bagaimana peran guru? Disini, guru berfungsi sebagai moderator. Guru meluruskan jawaban dan penjelasan siswa apabila ada keterangan yang kurang tepat atau ketika diskusi mulai melenceng jauh dari materi yang dibahas.
Lalu bagaimana kalau siswa bosan? Sebagai seorang guru kita harus tahu kapan waktunya serius dan kapan waktunya bercanda. Dalam kelas, boleh saja bercanda, supaya anak-anak tidak mengantuk dan tidak bosan. Tapi sekedarnya saja, karena kita harus tetap fokus pada pelajaran.
Setelah seluruh materi dirasa sudah tersampaikan seluruhnya, kita melanjutkan pembelajaran pada tahap evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar telah menguasai materi yang telah disampaikan dan didiskusikan sebelumnya. Evaluasi bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai metode evaluasi. Salah satu metode yang bisa diterapkan  untuk tahap evaluasi disini adalah metode Numbered Heads Together. Metode ini adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa dalam kelompok tersebut diberi nomor. Lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa tersebut. Adapun langkah-langkah metode ini adalah sebagi berikut :
1.      Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor.
2.      Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3.      Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4.      Guru memanggil salah satu nomor siswa, dan siswa yang mempunyai nomor tersebut harus melaporkan hasil kerjasama mereka.
5.      Guru dan teman-teman dari kelompok lain menanggapi jawaban dari siswa tersebut, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6.      Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran mereka pada hari itu.

Metode Numbered Heads Together merupakan metode yang sangat mudah diterapkan dan memiliki beberapa kelebihan yaitu setiap siswa menjadi siap semua, siswa juga dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, serta siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Tetapi disamping kelebihan tersebut,metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu kemungkinan nomor yang sudah dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, serta tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
     Tidak hanya sampai disitu saja, kelas yang membuat guru dan siswa kreatif tersebut, semestinya juga aman secara intelektual. Siswa bisa mandiri dan mengerti dimana letak alat tulis, karena semua hal di kelas sudah disiapkan dengan rapi dan terorganisir. Siswa juga tahu apa yang harus dikerjakan karena instruksi penugasan yang jelas oleh guru. Kita juga bisa membuat peraturan kelas yang isinya antara lain “Tidak boleh merendahkan atau meremehkan pendapat orang lain”. Jangan lupa, kita juga harus memberi contoh dahulu kepada siswa untuk mengucapkan terima kasih dan menghargai untuk setiap pertanyaan atau pendapat dari murid. Jika ini terjadi di kelas, dijamin kelas akan berubah menjadi kelas yang setiap individu di dalamnya saling mendukung dan mudah untuk berkolaborasi dalam berbagai pengetahuan.