Seorang anak kecil
duduk di bahu kakeknya dengan menyanyikan sebuah lagu “kodok ngolek..kodok
ngolek..ngolek ning pinggil kali..teot teblung..teot teblung,,teot teot
tebluung..bocah nakal..bocah nakal jaluk dijamoni..bocah pintel..bocah pintel
besok dadi doktel..”, itu adalah lagu kesukaannya. Padahal sudah lama sekali ia berada di atas
bahu laki-laki tua itu, tapi tetap saja ia tak mau untuk diturunkan. Dengan
sabar laki-laki tua itu melayani permintaan cucunya tak perduli bahwa ia belum
sekalipun istirahat setibanya dari membajak sawahnya sore tadi. Sedangkan si
nenek menyuapi cucu kecilnya itu dengan pisang yang sangat lezat yaitu pisang unyil. Pisang unyil adalah pisang yang berukuran kecil kira-kira seukuran
dengan jari jempol orang dewasa,berwarna kuning, dan sangat manis.
Tidak lama
kemudian anak kecil itupun tertidur di pangkuan sang kakek. Kakek tua itu
membaringkannya di tempat tidur mereka yang dikelilingi oleh kelambu usang berwarna
cokelat dan mempunyai banyak sobekan kecil disana sini tapi masih cukup ampuh
untuk melindungi tubuh kakek nenek itu dari gigitan nyamuk setiap malam. Anak kecil
itu tidur dengan pulasnya sehingga menciptakan banyak pulau di bantal kapuk
mereka yang tidak bersarung. Meskipun begitu nenek selalu mencuci bantal-bantal
itu dengan sangat bersih, karena meskipun mereka miskin tetapi mereka adalah
orang-orang yang sangat mencintai kebersihan. Rumah nenek dan kakek itu sangat
kecil dan hampir tidak mempunyai satupun barang berharga di rumah kecuali
tumpukan gabah hasil panen musim ini dan sebuah radio tua yang setiap hari
menyiarkan tutur tinular, yaitu drama radio yang paling mereka sukai.
Meskipun demikian Tidak ada satupun barang yang tidak berada pada tempatnya.
Semuanya tertata rapi dan bersih. Bahkan rumah yang beralaskan tanah itu selalu
disapu dengan sangat sering hingga seolah-olah rumah nenek kami memiliki alas
dari marmer batu yang berwarna coklat.
Pukul satu
dini hari, anak kecil itu terjaga dari tidurnya dan menangis sejadi-jadinya
karena minta untuk pulang ke rumahnya dan tidur bersama ibunya, mau tidak mau
pasangan kakek nenek itu harus mengantarkannya pulang ke rumahnya. Kalau tidak,
suara tangisnya yang begitu keras akan segera membangunkan para tetangga bahkan
beberapa diantaranya akan marah dan mencaci mereka. Dengan segera si kakek
mengambil obor yang sudah ia siapkan malam tadi untuk berjaga-jaga jika cucunya
menangis dan minta pulang, dan dugaannyapun memang benar. Seperti malam-malam
sebelumnya ketika cucunya tersebut tertidur di rumah mereka. Ketika tengah
malam ia pasti meminta untuk diantar pulang tidak perduli apa. Tapi tiba-tiba
hujan turun dengan sangat deras, tidak mungkin ia membawa obor, karena pasti
akan segera mati terkena air hujan. Dalam keadaan yang gelap gulita si kakek mengambil
pisau dan bersegera keluar untuk mencari daun pisang agar bisa melindungi tubuh
mereka dari air hujan. Ia tidak mau cucunya terus menangis, untuk itu walaupun
sangat gelap dan hujan deras dia bertekad untuk tetap mengantarkan cucunya
pulang tidak perduli apa. Pasangan kakek nenek itu berjalan cepat-cepat . keciprak-kecipruk air
terdengar seperti alunan gendang seolah memberikan semangat agar pasangan renta
itu terus berjalan lebih cepat dan lebih cepat lagi hingga kaki keduanya penuh
dengan lumpur dan tanah. Anak kecil yang berada di gendongan neneknya itu mulai
menghentikan tangisnya seakan menikmati tubuhnya dalam dekapan seorang wanita
tua yang begitu erat memeluknya. Ia seperti diajak menari-nari dan bermain-main dibawah
guyuran air hujan, anak kecil itu mulai tertawa. semakin cepat kakek nenek itu
berjalan semakin terdengar bunyi keciprak kecipruk air hujan, dan semakin
terbahaklah si anak kecil itu.
Hujan mulai
reda, para tetangga telah terbangun dan mulai mengomel bukan karena suara
tangisan sang cucu tapi Karena anak kecil itu tertawa terbahak-bahak dan
sesekali menjerit kegirangan. Tapi kali ini kakek nenek itu mengabaikannya, dan
tidak membujuk cucunya untuk diam seperti yang sering mereka lakukan pada saat
cucunya itu menangis. Karena sebenarnya mereka sangat menyukai tawa bahagia
cucunya daripada tangis kesedihannya. Sehingga mereka membiarkannya meskipun
mereka tahu para tetangga akan sangat marah.